Rusia: Selamat Datang Crimea, Selamat Tinggal “G8”
Setelah enam puluh tahun berlalu,
kini Crimea kembali ke pangkuan Rusia. Per tanggal 16 Maret 2014 kemarin,
berdasarkan hasil referendum, Crimea akhirnya memutuskan untuk keluar dari
Ukraina dan bergabung dengan Rusia. Hasil dari referendum tersebut mengatakan
95,5% suara memilih untuk bergabung dengan Rusia dengan tingkat partisipasi
voting mencapai 83%. Seiring dengan hasil tersebut, nama Presiden Rusia Vladimir
Putin makin populer. Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya mengumumkan bahwa
mulai tanggal 25 Maret 2014, Rusia dikeluarkan dari keanggotaan “G8”. Langkah
ini sebagai bentuk respon keras terhadap tindakan Rusia tersebut. Negara-negara
“G7” pun mengancam tak akan menghadiri KTT “G8” yang tadinya akan dijadwalkan digelar di
Sochi, Rusia.
Sebelumnya sanksi awal yang
diberikan Amerika Serikat dan Uni Eropa kepada Rusia adalah membekukan
aset-aset sejumlah pejabat Rusia di luar negeri dan memblokir visa mereka. Lalu
selanjutnya Visa dan Mastercard memblokir layanan kartu kredit di 2 bank Rusia
yaitu Rossiya dan SMP. Jika Rusia masih kukuh dengan keputusannya, akan ada
kemungkinan bahwa fokus sanksi tersebut akan semakin meluas dan merembet pada
sektor ekonomi secara spesifik. Para pemimpin “G7” mengingatkan bahwa
tindakan Rusia tersebut akan menimbulkan konsekuensi besar. “G7” mengancam akan
meningkatkan aksi mereka dengan menjatuhkan sanksi-sanksi sektoral termasuk
menargetkan industri minyak dan gas alam yang vital bagi Rusia.
Spekulasi yang berkembang,
menyebutkan Putin tidak mau melewatkan kesempatan emas dan masih terus berambisi
untuk merebut Crimea agar kembali bergabung lagi dengan Rusia meski kemungkinan
terburuknya adalah bergejolaknya perekonomian negaranya. Dampaknya, para
pejabat Rusia, investor dan para konglomerat yang berada di Rusia tampak ketar
ketir dengan masalah sanksi yang diberikan karena hal tersebut berpotensi
mengacaukan perekonomian serta bisnis-bisnis mereka. Hal tersebut diperparah
dengan Presiden Vladimir Putin yang tidak mempedulikan masalah tersebut. Saat
ini, Vladimir Putin masih kukuh terhadap keputusannya dan menganggap sanksi
ekonomi yang diberikan hanyalah sebuah gertak sambal. Kekhawatiran dan keluhan-keluhan
yang disampaikan oleh para pejabat Rusia dan kaum konglomerat sendiri pun belum
digubris meski mereka tetap terus berusaha untuk menjalin komunikasi
dengan pemerintah.
Dampak-dampak lainnya adalah pasar
keuangan di Moscow jatuh ke level terendah yang belum pernah terjadi
sebelumnya, dengan 50 perusahaan besar yang mengalami kerugian kapital sebesar
$110 Miliar. Mata uang Rusia, rubel, menyentuh rekor terendah dan para ahli
ekonomi memangkas prediksi pertumbuhan mereka lebih dari setengah. Dari
perdagangan komoditi, kekhawatiran datang dari pasokan gas alam Rusia ke Eropa.
Jika sanksi Rusia semakin meluas, hal tersebut dikhawatirkan berdampak pada
pasokan gas ke Eropa.
"Sekarang tergantung pada
Rusia untuk bertindak dengan penuh tanggung jawab dan menunjukkan dirinya
sekali lagi bahwa mereka bersedia untuk mematuhi aturan-aturan
internasional," kata Obama dalam konfrensi pers di The Hague. "Jika
mereka gagal dalam melakukan itu, mereka akan mendapatkan sanksi
tambahan." Patut kita nantikan bagaimana kelanjutan dari permasalahan ini.
Posting Komentar